Perkembangan
teknologi informasi yang semakin hari semakin meningkat. Membuat dampak yang
cukup besar dalam seluruh aspek kehidupan dan membawa manusia ke dalam era
globalisasi, dimana pada era ini manusia memerlukan informasi yang terbaru (up
to date) dengan cepat, praktis, efisien.
Internet
adalah salah satu teknologi yang sangat pesat perkembangannya dan sudah
merupakan symbol dari cara berkomunikasi secara bebas, tanpa dibatasi ruang,
jarak dan waktu. Informasi yang disajikan pun tidak terbatas pada teks dan
gambar saja. Melainkan juga suara dan animasi gambar yang membuatnya menjadi
interaktif. Dengan ditunjang oleh berbagai kelebihan yang dimiliki oleh
internet, diantaranya biaya koneksi yang relatif terjangkau dan ketersediaan
informasi yang tidak terbatas, internet kini menjadi alternatif utama untuk
memenuhi segala kebutuhan terutama kebutuhan akan informasi.
Dalam sektor
bisnis khususnya pariwisata, peranan internet sangatlah dibutuhkan.selain
sebagai sarana promosi dan informasi tempat wisata, juga bisa dimanfaatkan juga
oleh travel agent untuk memperkenalkan layanan dan alternatif paket wisata yang
ditawarkan. Dengan adanya banyak pilihan paket wisata ditawarkan travel agent
ini, maka para calon wisatawan akan dihadapkan dengan kesulitan dalam melakukan
pilihan terlebih lagi menyesuaikan pilihan faktor kriteria yang berpengaruh
terhadap pilihan. Proses pemesanan juga biasanya masih dilakukan secara manual,
sehingga calon wisatawan tidak dapat melakukan pemilihan dan pemesanan dengan
leluasa.
Berdasarkan
permasalahan tersebut Mekar Wisata Tour and Travel berkeinginan untuk merancang
suatu sistem pendukung keputusan pemilihan paket wisata dan reservasi travel
berbasis web selain dapat untuk membantu dalam hal mempromosikan travel agent
ini, juga dapat mempermudah wisatawan untuk melakukan proses pemilihan paket
wisata dan pemesanan paket wisata
1. Sistem
Pendukung Keputusan
Sistem
pendukung keputusan merupakan suatu penerapan sistem informasi yang ditujukan
untuk membantu pimpinan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem pendukung
keputusan menggabungkan kemampuan komputer dalam pelayanan interaktif dengan
pengolahan atau pemanipulasi data yang memanfaatkan model atau aturan
penyelesaian yang tidak terstruktur (Turban, 2005:19). Sistem pendukung
keputusan mempunyai beberapa sumber intelektual dengan kemampuan dari komputer
untuk memperbaiki kualitas keputusan.
Hal yang
terpenting dari pengertian ini adalah sistem pendukung keputusan merupakan alat
pelengkap bagi mereka yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dimana
sistem pendukung keputusan tidak ditujukan untuk mengganti si pengambil
keputusan dalam pembuatan keputusan.
Suatu SPK
memiliki tiga subsistem utama yaitu subsistem manajemen basis data, subsistem
manajemen basis model dan subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog
(Hasan, 2002:32).
a. Subsistem
Manajemen Basis Data
Kemampuan
yang dibutuhkan dari manajemen basis data antara lain :
1. Kemampuan
untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi
data.
2. Kemampuan
untuk menambahkan sumber data secara mudah dan cepat.
3. Kemampuan
untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai
sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan
penambahan dan pengurangan.
4. Kemampuan
untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai
alternatif pertimbangan personil.
5. Kemampuan
untuk mengelola berbagai variasi data.
b. Subsistem
Manajemen Basis Model
Kemampuan
yang dimiliki subsistem basis model meliputi:
1. Kemampuan
untuk menciptakan model–model baru secara cepat dan mudah.
2. Kemampuan
untuk mengakses dan mengintegrasikan model–model keputusan.
3. Kemampuan
untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen
basis data (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan
dan mengakses model).
c. Subsistem
Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog
Kemampuan
yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai/sistem meliputi:
1. Kemampuan
untuk menangani berbagai variasi gaya dialog.
2. Kemampuan
untuk mengakomodasi tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.
3. Kemampuan
untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran.
4. Kemampuan
untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan
pemakai.
AHP
Analytical
Hierarchy Process(AHP) adalah salah satu bentuk metode pengambilan keputusan
yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari metode sebelumnya.
Peralatan utama dari metode AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input
utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu yang komplek dan tidak
terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok dan kemudian kelompok tersebut diatur
menjadi suatu bentuk hirarki(Permadi, 1992:5).
Langkah yang
harus dilakukan dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP (Mulyono, 1996:108)
yaitu:
a.
Decomposition
Decomposition
adalah proses menganalisa permasalahan riil dalam struktur hirarki atas unsur –
unsur pendukungnya. Struktur hirarki secara umum dalam metode AHP yaitu:
Jenjang 1 : Goal atau Tujuan, Jenjang 2 : Kriteria, Jenjang 3 : Subkriteria
(optional), Jenjang 4 : Alternatif.
b.
Comperative judgment
Comperative
judgment adalah berarti membuat suatu penilaian tentang kepentingan relatif
antara dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang disajikan dalam bentuk
matriks dengan menggunakan skala prioritas. Jika terdapat n elemen, maka akan
diperoleh matriks pairwise comparison (matriks perbandingan) berukuran n x n
dan banyaknya penilaian yang diperlukan adalah n(n-1)/2. Ciri utama dari
matriks perbandingan yang dipakai dalam metode AHP adalah elemen diagonalnya
dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena elemen yang dibandingkan
adalah dua elemen yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistimatika berpikir
otak manusia, matriks perbandingan yang terbentuk akan bersifat matriks
resiprokal dimana apabila elemen A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan
elemen B, maka dengan sendirinya elemen B lebih disukai dengan skala 1/3
dibanding elemen A.
Dengan dasar
kondisi – kondisi di atas dan skala standar input AHP dari 1 sampai 9, maka
dalam matriks perbandingan tersebut angka terendah yang mungkin terjadi adalah
1/9, sedangkan angka tertinggi yang mungkin terjadi adalah 9/1. Angka 0 tidak
dimungkinkan dalam matriks ini, sedangkan pemakaian skala dalam bentuk desimal
dimungkinkan sejauh si expert memang menginginkan bentuk tersebut untuk
persepsi yang lebih akurat.
c. Synthesis
of priority
Setelah
matriks perbandingan untuk sekelompok elemen selesai dibentuk maka langkah
berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap elemen tersebut. Hasil akhir
dari penghitungan bobot prioritas tersebut adalah suatu bilangan desimal di
bawah satu (misalnya 0.01 sampai 0.99) dengan total prioritas untuk elemen –
elemen dalam satu kelompok sama dengan satu. Bobot prioritas dari masing –
masing matriks dapat menentukan prioritas lokal dan dengan melakukan sintesa di
antara prioritas lokal, maka akan didapat prioritas global.
Usaha untuk
memasukkan kaitan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam
menghitung bobot prioritas secara sederhana dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Jumlahkan
elemen pada kolom yang sama pada matriks perbandingan yang terbentuk. Lakukan
hal yang sama untuk setiap kolom.
2. Bagilah
setiap elemen pada setiap kolom dengan jumlah elemen kolom tersebut (hasil dari
langkah 1). Lakukan hal yang sama untuk setiap kolom sehingga akan terbentuk
matrik yang baru yang elemen – elemennya berasal dari hasil pembagian tersebut.
3. Jumlahkan
elemen matrik yang baru tersebut menurut barisnya.
4. Bagilah
hasil penjumlahan baris (hasil dari langkah 3) dengan total alternatif agar
didapatkan prioritas terakhir setiap elemen dengan total bobot prioritas sama
dengan satu.
Proses yang
dilakukan untuk membuat total bobot prioritas sama dengan satu biasa disebut
proses normalisasi.
d. Logical
consistency
Salah satu
asumsi utama metode AHP yang membedakannya dengan metode yang lainnya adalah
tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan metode AHP yang memakai persepsi
manusia sebagai inputannya maka ketidakkonsistenan itu mungkin terjadi karena
manusia mempunyai keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten
terutama kalau membandingkan banyak elemen. Berdasarkan konsisi ini maka
manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa harus berpikir apakah
persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Persepsi yang 100 %
konsisten belum tentu memberikan hasil yang optimal atau benar dan sebaliknya
persepsi yang tidak konsisten penuh mungkin memberikan gambaran keadaan yang
sebenarnya atau yang terbaik.
Penentuan
nilai preferansi antar elemen harus secara konsisten logis, yang dapat diukur
dengan menghitung Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR)
dimana : = eigen value, n = ukuran matriks, RI =
Random Index
= nilai
prioritas dari elemen ke-i.
Untuk metode
AHP, tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah sebesar 10% ke
bawah. Jadi apabila nilai CR <= 0.1 maka hasil preferensi cukup baik dan
sebaliknya jika CR > 0.1 hasil proses AHP tidak valid sehingga harus
diadakan revisi penilaian karena tingkat inkonsistensi yang terlalu besar dapat
menjurus pada suatu kesalahan.
TOPSIS
TOPSIS
didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya
memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak
terpanjang dari solusi ideal negatif (Kusumadewi, 2006:87). Konsep ini banyak
digunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan masalah keputusan secara
praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami,
komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif
dari alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana.
Secara umum,
prosedur TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat
matriks keputusan yang ternormalisasi;
b. Membuat
matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot;
c.
Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif;
d.
Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal
positif dan matriks solusi ideal negatif;
e.
Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif.
dengan
i=1,2,...,m; dan j=1,2,...,n
dimana :
rij =
matriks ternormalisasi [i][j]
xij =
matriks keputusan [i][j]
Solusi ideal
positif A+ dan solusi ideal negatif A- dapat ditentukan berdasarkan rating
bobot ternormalisasi (yij) sebagai :
yij = wi.rij
; dengan i=1,2,...,m; dan j=1,2,...,n
A+ = (y1+,
y2+, ..., yn+);
A- = (y1-,
y2-, ..., yn-);
dimana :
yij =
matriks ternormalisasi terbobot [i][j]
wi = vektor
bobot[i] dari proses AHP
yj+ = max yij, jika j adalah atribut keuntungan
min yij,
jika j adalah atribut biaya
yj- = min
yij, jika j adalah atribut keuntungan
max yij,
jika j adalah atribut biaya
j =
1,2,...,n
Jarak antara
alternatif Ai dengan solusi ideal positif :
dimana :
Di+ = jarak
alternatif Ai dengan solusi ideal positif
yi+ = solusi
ideal positif[i]
yij =
matriks normalisasi terbobot[i][j]
dimana :
Di- = jarak
alternatif Ai dengan solusi ideal negatif
yi- = solusi
ideal positif[i]
yij =
matriks normalisasi terbobot[i][j]
dimana :
Vi =
kedekatan tiap alternatif terhadap solusi ideal
Di+ = jarak
alternatif Ai dengan solusi ideal positif
Di- = jarak
alternatif Ai dengan solusi ideal negatif
Nilai Vi
yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih dipilih.
Perancangan
Model
Untuk
membangun aplikasi Sistem Pendukung Keputusan ini digunakan Data Flow Diagram
(DFD) dimana DFD berfungsi untuk menggambarkan proses aliran data yang terjadi
di dalam sistem dari tingkat yang tertinggi sampai yang terendah (Hartono,
1999). Pembuatan DFD pada level Context Diagram dan level 0. Selain itu juga
digunakan ERD secara conceptual dan physical.
System Flow
System flow menunjukkan arus perhitungan pekerjaan
dari suatu sistem yang menjelaskan urutan prosedur-prosedur yang terdapat di
dalam sistem.
Gambar.
System Flow
Context
Diagram
Gambar
Context Diagram
Pada Context
Diagram tampak aliran data yang bergerak dari sistem ke masing-asing
entitas.
Gambar.
DFD Level 0
Dari
pembuatan context diagram maka dapat dilakukan proses break down yang biasa
disebut sebagai Data Flow Diagram (DFD) level 0 untuk mengetahui proses secara
keseluruhan.
Gambar.
Conceptual Data Model (CDM)
Gambar
Physical Data Model (PDM)
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Fitur ini
diawali dengan admin yang memberikan pembobotan terhadap masing-masing criteria
untuk kemudian diproses dengan perhitungan metode AHP.
Gambar.
Halaman pembobotan kriteria
Selanjutnya,
berpindah ke sisi wisatawan, wisatawan diminta memilih paket wisata kemudian
memberikan bobot untuk dimasukkan kedalam perhitungan topsis.
Gambar. Halaman
pemilihan paket wisata
Selanjutnya
dilakukan perhitungan TOPSIS sehingga menghasilkan urutan prioritas paket
wisata yang disarankan.
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil evaluasi yang telah dilakukan dalam pembuatan Pemilihan Paket wisata
Dengan Metode AHP dan TOPSIS Berbasis Web, dapat ditarik beberapa poin-poin
kesimpulan dari pengerjaan Tugas Akhir ini yaitu:
a. Sistem
pendukung keputusan dengan menggunakan AHP dan TOPSIS terbukti mampu memberikan
rekomendasi paket wisata yang tepat sesuai dengan kriteria dan alternatif yang
diinginkan.
b. Metode dapat diimplementasikan dengan baik pada
aplikasi web dan dapat menganalisa kriteria dan alternatif yang dibandingkan,
kemudian memberikan urutan prioritas paket wisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar