Sabtu, 03 Mei 2014

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Paket Wisata Dan Reservasi Travel Dengan Metode Ahp Dan Topsis Berbasis Web

Perkembangan teknologi informasi yang semakin hari semakin meningkat. Membuat dampak yang cukup besar dalam seluruh aspek kehidupan dan membawa manusia ke dalam era globalisasi, dimana pada era ini manusia memerlukan informasi yang terbaru (up to date) dengan cepat, praktis, efisien.

Internet adalah salah satu teknologi yang sangat pesat perkembangannya dan sudah merupakan symbol dari cara berkomunikasi secara bebas, tanpa dibatasi ruang, jarak dan waktu. Informasi yang disajikan pun tidak terbatas pada teks dan gambar saja. Melainkan juga suara dan animasi gambar yang membuatnya menjadi interaktif. Dengan ditunjang oleh berbagai kelebihan yang dimiliki oleh internet, diantaranya biaya koneksi yang relatif terjangkau dan ketersediaan informasi yang tidak terbatas, internet kini menjadi alternatif utama untuk memenuhi segala kebutuhan terutama kebutuhan akan informasi.

Dalam sektor bisnis khususnya pariwisata, peranan internet sangatlah dibutuhkan.selain sebagai sarana promosi dan informasi tempat wisata, juga bisa dimanfaatkan juga oleh travel agent untuk memperkenalkan layanan dan alternatif paket wisata yang ditawarkan. Dengan adanya banyak pilihan paket wisata ditawarkan travel agent ini, maka para calon wisatawan akan dihadapkan dengan kesulitan dalam melakukan pilihan terlebih lagi menyesuaikan pilihan faktor kriteria yang berpengaruh terhadap pilihan. Proses pemesanan juga biasanya masih dilakukan secara manual, sehingga calon wisatawan tidak dapat melakukan pemilihan dan pemesanan dengan leluasa. 

Berdasarkan permasalahan tersebut Mekar Wisata Tour and Travel berkeinginan untuk merancang suatu sistem pendukung keputusan pemilihan paket wisata dan reservasi travel berbasis web selain dapat untuk membantu dalam hal mempromosikan travel agent ini, juga dapat mempermudah wisatawan untuk melakukan proses pemilihan paket wisata dan pemesanan paket wisata

1. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan merupakan suatu penerapan sistem informasi yang ditujukan untuk membantu pimpinan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan menggabungkan kemampuan komputer dalam pelayanan interaktif dengan pengolahan atau pemanipulasi data yang memanfaatkan model atau aturan penyelesaian yang tidak terstruktur (Turban, 2005:19). Sistem pendukung keputusan mempunyai beberapa sumber intelektual dengan kemampuan dari komputer untuk memperbaiki kualitas keputusan.

Hal yang terpenting dari pengertian ini adalah sistem pendukung keputusan merupakan alat pelengkap bagi mereka yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dimana sistem pendukung keputusan tidak ditujukan untuk mengganti si pengambil keputusan dalam pembuatan keputusan.

Suatu SPK memiliki tiga subsistem utama yaitu subsistem manajemen basis data, subsistem manajemen basis model dan subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog (Hasan, 2002:32).

a. Subsistem Manajemen Basis Data
Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data antara lain :
1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data.
2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara mudah dan cepat.
3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.
4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.
5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

b. Subsistem Manajemen Basis Model
Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model meliputi:
1. Kemampuan untuk menciptakan model–model baru secara cepat dan mudah.
2. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model–model keputusan.
3. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen basis data (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan dan mengakses model).

c. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog
Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai/sistem meliputi:
1. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi gaya dialog.
2. Kemampuan untuk mengakomodasi tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.
3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran.
4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.


AHP
Analytical Hierarchy Process(AHP) adalah salah satu bentuk metode pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari metode sebelumnya. Peralatan utama dari metode AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu yang komplek dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok dan kemudian kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki(Permadi, 1992:5).

Langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP (Mulyono, 1996:108) yaitu:

a. Decomposition
Decomposition adalah proses menganalisa permasalahan riil dalam struktur hirarki atas unsur – unsur pendukungnya. Struktur hirarki secara umum dalam metode AHP yaitu: Jenjang 1 : Goal atau Tujuan, Jenjang 2 : Kriteria, Jenjang 3 : Subkriteria (optional), Jenjang 4 : Alternatif.

b. Comperative judgment
Comperative judgment adalah berarti membuat suatu penilaian tentang kepentingan relatif antara dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang disajikan dalam bentuk matriks dengan menggunakan skala prioritas. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison (matriks perbandingan) berukuran n x n dan banyaknya penilaian yang diperlukan adalah n(n-1)/2. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai dalam metode AHP adalah elemen diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena elemen yang dibandingkan adalah dua elemen yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistimatika berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang terbentuk akan bersifat matriks resiprokal dimana apabila elemen A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan elemen B, maka dengan sendirinya elemen B lebih disukai dengan skala 1/3 dibanding elemen A.

Dengan dasar kondisi – kondisi di atas dan skala standar input AHP dari 1 sampai 9, maka dalam matriks perbandingan tersebut angka terendah yang mungkin terjadi adalah 1/9, sedangkan angka tertinggi yang mungkin terjadi adalah 9/1. Angka 0 tidak dimungkinkan dalam matriks ini, sedangkan pemakaian skala dalam bentuk desimal dimungkinkan sejauh si expert memang menginginkan bentuk tersebut untuk persepsi yang lebih akurat.

c. Synthesis of priority
Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok elemen selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap elemen tersebut. Hasil akhir dari penghitungan bobot prioritas tersebut adalah suatu bilangan desimal di bawah satu (misalnya 0.01 sampai 0.99) dengan total prioritas untuk elemen – elemen dalam satu kelompok sama dengan satu. Bobot prioritas dari masing – masing matriks dapat menentukan prioritas lokal dan dengan melakukan sintesa di antara prioritas lokal, maka akan didapat prioritas global.

Usaha untuk memasukkan kaitan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam menghitung bobot prioritas secara sederhana dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Jumlahkan elemen pada kolom yang sama pada matriks perbandingan yang terbentuk. Lakukan hal yang sama untuk setiap kolom.
2. Bagilah setiap elemen pada setiap kolom dengan jumlah elemen kolom tersebut (hasil dari langkah 1). Lakukan hal yang sama untuk setiap kolom sehingga akan terbentuk matrik yang baru yang elemen – elemennya berasal dari hasil pembagian tersebut.
3. Jumlahkan elemen matrik yang baru tersebut menurut barisnya.
4. Bagilah hasil penjumlahan baris (hasil dari langkah 3) dengan total alternatif agar didapatkan prioritas terakhir setiap elemen dengan total bobot prioritas sama dengan satu.

Proses yang dilakukan untuk membuat total bobot prioritas sama dengan satu biasa disebut proses normalisasi. 

d. Logical consistency
Salah satu asumsi utama metode AHP yang membedakannya dengan metode yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan metode AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputannya maka ketidakkonsistenan itu mungkin terjadi karena manusia mempunyai keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau membandingkan banyak elemen. Berdasarkan konsisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa harus berpikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Persepsi yang 100 % konsisten belum tentu memberikan hasil yang optimal atau benar dan sebaliknya persepsi yang tidak konsisten penuh mungkin memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya atau yang terbaik.
Penentuan nilai preferansi antar elemen harus secara konsisten logis, yang dapat diukur dengan menghitung Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR)


dimana : = eigen value, n = ukuran matriks, RI = Random Index

Untuk mendapatkan nilai digunakan rumus berikut:
 
dimanahttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2t2QqiKtNrnjes6YzYJsOC73SXpXPqZUMwcSviu7lvCVmL6vdFhr9JfLQScEKWXvwI2b3JA5fkzwttWnSflTJQqPpxNZtRqNQ8X08CTB0etEp8lGx0J2w7ooZMEWY1En-tQyT_eLJihFz/s1600/New+Picture+%283%29.png= nilai perbandingan dari elemen ke-1 dengan elemen ke-i,


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxRlLF2natooSJKx6ZRNJor835PYg7L75fDLvGBM-rsQ8wt-gj6k2FywqVgpocmLfYfE_Bu9fYHjMUcChFpCpN_DMErP67WpjSYohZatEQFcoPrtFecDFsrQM3AdkuBRH466en6KZ5dh24/s1600/New+Picture+%284%29.png
= nilai prioritas dari elemen ke-i. 


Untuk metode AHP, tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah sebesar 10% ke bawah. Jadi apabila nilai CR <= 0.1 maka hasil preferensi cukup baik dan sebaliknya jika CR > 0.1 hasil proses AHP tidak valid sehingga harus diadakan revisi penilaian karena tingkat inkonsistensi yang terlalu besar dapat menjurus pada suatu kesalahan.


TOPSIS
TOPSIS didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif (Kusumadewi, 2006:87). Konsep ini banyak digunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan masalah keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana.

Secara umum, prosedur TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi;
b. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot;
c. Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif;
d. Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif;
e. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif.

TOPSIS membutuhkan rating kerja setiap alternatif Ai pada setiap kriteria Cj yang ternormalisasi 



rij =

dengan i=1,2,...,m; dan j=1,2,...,n 

dimana :
rij = matriks ternormalisasi [i][j]

xij = matriks keputusan [i][j]

Solusi ideal positif A+ dan solusi ideal negatif A- dapat ditentukan berdasarkan rating bobot ternormalisasi (yij) sebagai :

yij = wi.rij ; dengan i=1,2,...,m; dan j=1,2,...,n 

A+ = (y1+, y2+, ..., yn+); 

A- = (y1-, y2-, ..., yn-); 


dimana :
yij = matriks ternormalisasi terbobot [i][j]
wi = vektor bobot[i] dari proses AHP
yj+ = max yij, jika j adalah atribut keuntungan
min yij, jika j adalah atribut biaya

yj- = min yij, jika j adalah atribut keuntungan

max yij, jika j adalah atribut biaya 

j = 1,2,...,n

Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif :


Di+ =; i=1,2,...,m 

dimana :
Di+ = jarak alternatif Ai dengan solusi ideal positif
yi+ = solusi ideal positif[i]
yij = matriks normalisasi terbobot[i][j]

Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif :

Di- =; i=1,2,...,m 


dimana :
Di- = jarak alternatif Ai dengan solusi ideal negatif
yi- = solusi ideal positif[i]
yij = matriks normalisasi terbobot[i][j]

Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) dapat dilihat pada rumus (2.11).
Vi =; i=1,2,...,m 


dimana :
Vi = kedekatan tiap alternatif terhadap solusi ideal
Di+ = jarak alternatif Ai dengan solusi ideal positif
Di- = jarak alternatif Ai dengan solusi ideal negatif
Nilai Vi yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih dipilih.



Perancangan Model
Untuk membangun aplikasi Sistem Pendukung Keputusan ini digunakan Data Flow Diagram (DFD) dimana DFD berfungsi untuk menggambarkan proses aliran data yang terjadi di dalam sistem dari tingkat yang tertinggi sampai yang terendah (Hartono, 1999). Pembuatan DFD pada level Context Diagram dan level 0. Selain itu juga digunakan ERD secara conceptual dan physical.

System Flow
System flow menunjukkan arus perhitungan pekerjaan dari suatu sistem yang menjelaskan urutan prosedur-prosedur yang terdapat di dalam sistem.
 
Gambar. System Flow

Context Diagram
 
 
Gambar Context Diagram

Pada Context Diagram tampak aliran data yang bergerak dari sistem ke masing-asing entitas. 
 

Gambar. DFD Level 0

Dari pembuatan context diagram maka dapat dilakukan proses break down yang biasa disebut sebagai Data Flow Diagram (DFD) level 0 untuk mengetahui proses secara keseluruhan. 

Entity Relationship Diagram (ERD)

Gambar. Conceptual Data Model (CDM)

 
 Gambar Physical Data Model (PDM)


HASIL DAN PEMBAHASAN

Fitur ini diawali dengan admin yang memberikan pembobotan terhadap masing-masing criteria untuk kemudian diproses dengan perhitungan metode AHP.
 











Gambar. Halaman pembobotan kriteria


Selanjutnya, berpindah ke sisi wisatawan, wisatawan diminta memilih paket wisata kemudian memberikan bobot untuk dimasukkan kedalam perhitungan topsis.
   
Gambar. Halaman pemilihan paket wisata


Selanjutnya dilakukan perhitungan TOPSIS sehingga menghasilkan urutan prioritas paket wisata yang disarankan.


SIMPULAN
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan dalam pembuatan Pemilihan Paket wisata Dengan Metode AHP dan TOPSIS Berbasis Web, dapat ditarik beberapa poin-poin kesimpulan dari pengerjaan Tugas Akhir ini yaitu:
a. Sistem pendukung keputusan dengan menggunakan AHP dan TOPSIS terbukti mampu memberikan rekomendasi paket wisata yang tepat sesuai dengan kriteria dan alternatif yang diinginkan.
b. Metode dapat diimplementasikan dengan baik pada aplikasi web dan dapat menganalisa kriteria dan alternatif yang dibandingkan, kemudian memberikan urutan prioritas paket wisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar